Tidak lama lagi umat Kristiani merayakan Paskah. Rutin setiap tahun umat Kristen: Katolik dan Protestan melaksanakan perayaan paskah. Berbagai cara mereka lakukan sesuai dengan liturgi yang biasa dilakukan setiap gereja. Ada yang melakukan jalan salib, berjaga semalam suntuk, drama kolosal dan kegiatan lainnya.
———
BANYAK WARGA Kristen yang belum memahami secara mendalam apa itu paskah. Walau, dalam catatannya, paskah merupakan perayaan tertua di umat Kristen. Dipercaya sebagai penghubung antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam Alkitab.
Paus Leo Agung (440-461) dalam catatannya menekankan pentingnya Paskah dan menyebutnya festum festorum –perayaan dari semua perayaan. Ia berkata bahwa Natal hanya dirayakan untuk mempersiapkan perayaan Paskah.
Menurut tradisi Sinoptik, Paskah menunjuk pada perjamuan kudus yang didasari dari perjamuan malam. Perjamuan itu saat perpisahan antara Yesus dan murid-murid-Nya. Setelahnya, Yesus dijual oleh Simon Iskariot –salah satu dari 12 murid Yesus, lalu Yesus ditangkap dan disalibkan.
Pada malam itu, sebelum dihukum mati, Yesus memberikan makna baru bagi paskah Yahudi. Roti dilambangkan sebagai tubuh Yesus dan anggur dilambangkan sebagai darah Yesus. Yaitu perlambangan diri Yesus sebagai korban Paskah.
Rasul Yohanes dan Pauluslah yang mengaitkan kematian Yesus sebagai penggenapan Paskah Perjanjian Lama (Yesus wafat pada saat domba-domba Paskah Yahudi dikorbankan di kenisah atau Bait Allah). Kematian dan kebangkitan Yesus inilah yang kemudian diasosiasikan dengan istilah Paskah dalam kekristenan.
Karena Paskah dirayakan oleh gereja-gereja Kristen dengan suatu sakramen Ekaristi (Perjamuan Kudus). Sakramen tersebut dapat pula disebut sebagai perjamuan paskah Kristen. Bisa juga disebut perjamuan Kudus Jumat Agung. Berbeda dari Perjamuan Paskah Yahudi.
Banyak gereja Kristen saat ini merayakan perjamuan tersebut lebih dari sekali dalam setahun. Tujuannya, agar jemaat gereja selalu diingatkan akan peristiwa Paskah. Di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, kata Paskah disebutkan sebanyak 80 kali dalam 72 ayat. Sementara di dalam terjemahan bahasa Indonesia sehari-hari (BIS) disebutkan sebanyak 86 kali dalam 77 ayat.
Paskah pada Gereja Mula-Mula
Gereja mula-mula memperingati peristiwa kebangkitan Yesus dengan perjamuan sederhana dan berdoa. Kemudian dalam perjalanan misinya, Paulus terus mengingatkan jemaat gereja mula-mula akan pentingnya peristiwa kebangkitan Yesus. Termasuk perkataan Yesus pada waktu perjamuan malam terakhir.
Sumber yang paling awal yang menulis tentang Paskah adalah Melito dari Sardis. Ia menulis homili berjudul: Peri Pascha (Tentang Paskah). Orang-orang Kristen pada zaman tersebut napak tilas jalan salib (Via Dolorosa) yang dilalui oleh Tuhan Yesus. Kematiannya diperingati sebagai korban keselamatan dalam tradisi Yahudi (bahasa Ibrani: Zerah Syelamin‎).
Orang Kristen Yahudi terus merayakan Paskah Yahudi. Namun mereka tidak lagi mengorbankan domba Paskah. Karena Kristus dianggap sebagai korban Paskah yang sejati. Perayaan ini diawali dengan berpuasa hingga Jumat, Pukul 3 sore (ada yang melanjutkan hingga pagi Paskah).
Perbedaan timbul di seputar tanggal Paskah. Orang Kristen Yahudi dan jemaat provinsi Asia merayakannya pada hari yang bersamaan dengan Paskah Yahudi. Yaitu sehari setelah tanggal 14 Nisan (bulan pertama) menurut kalender mereka –kematian Yesus pada 15 Nisan dan kebangkitan Yesus pada 17 Nisan– tanpa mempedulikan harinya.
Namun orang Kristen non-Yahudi yang tinggal di Kekaisaran Romawi, serta gereja di Roma dan Aleksandria merayakannya pada hari pertama. Yaitu Minggu –hari kebangkitan Yesus, tanpa mempedulikan tanggalnya. Metode yang kedua inilah yang akhirnya lebih banyak digunakan di gereja. Penganut metode yang pertama perlahan-lahan mulai tergusur.
Uskup Viktor dari Roma pada akhir abad ke-2 bahkan menyatakan perayaan menurut tanggal 14 Nisan adalah bidat dan mengucilkan semua pengikutnya. Beberapa metode penghitungan yang lain di antaranya oleh beberapa uskup di Galia yang menghitung Paskah berdasarkan tanggal tertentu sesuai kalender Romawi.
Yaitu 25 Maret memperingati kematian Yesus dan 27 Maret memperingati kematian Yesus. Karena sejak abad ke-3, 25 Maret dianggap sebagai tanggal penyaliban. Namun metode yang terakhir ini tidak digunakan lama. Banyak kalender pada Abad pertengahan yang mencatat tanggal perayaan ini (25 dan 27 Maret) untuk alasan historis, bukan liturgis.
Kaum Montanis di Asia Minor merayakan Paskah pada hari Minggu pertama setelah 6 April. Berbagai variasi perhitungan tanggal Paskah tersebut terus berlangsung hingga abad ke-4. Perselisihan seputar penghitungan hari Minggu Paskah yang tepat tersebut akhirnya dibahas secara resmi pada Konsili Nicea I pada tahun 325M.
Memutuskan bahwa hari Paskah adalah hari Minggu. Namun tidak mematok hari Minggu tertentu. Kelompok yang merayakan Paskah dengan perhitungan Yahudi dinamakan “Quartodeciman” (bahasa Latin untuk 14 Nisan) dan dikucilkan dari gereja.
Uskup Aleksandria kemudian ditugaskan untuk mencari cara menghitung tanggal Paskah. Karena kota itu dianggap sebagai otoritas tertinggi untuk hal-hal yang berhubungan dengan astronomi. Sang uskup diharapkan dapat memutuskan hasilnya untuk diikuti keuskupan-keuskupan yang lain.
Namun hasil yang diperoleh tidak memuaskan. Terutama untuk gereja-gereja Latin. Banyak gereja masih memakai cara mereka sendiri-sendiri. Termasuk gereja di Roma. Akhirnya baru pada abad ke-7 gereja-gereja berhasil mencapai kesepakatan mengenai perhitungan tanggal Minggu Paskah.
Editor: Redaksi Sanubari