SIDOARJO, sanubari.co.id – Konflik kepemilikan lahan dan rumah kian menjadi isu laten di tengah masyarakat. Tak hanya memecah hubungan sosial, tak jarang sengketa semacam ini menyeret pihak-pihak ke ruang sidang. Bahkan berujung pada konfrontasi terbuka.
Salah satu kasus yang menggambarkan kompleksitas ini tengah berlangsung di Perumahan Griya Kebon Agung 2 Blok G2-22, Sukodono, Kabupaten Sidoarjo.
Adalah Anggoro, pemilik rumah yang mengantongi Sertifikat Hak Milik (SHM) atas properti tersebut. Namun ironisnya ia tidak bisa menikmati haknya. Karena mendapat penolakan keras dari pihak lain yang mengklaim pernah menempati rumah itu. Yaitu keluarga almarhum Pulungan, yang kini diwakili kuasa hukumnya, Sarmidin Harahap.
Ketegangan pun pecah di lokasi saat tim kuasa hukum Anggoro yang diwakili Ardy Pranata datang untuk mengosongkan rumah, yang sejak lama tidak berpenghuni. Tujuannya, untuk membersihkan dan merenovasi rumah agar layak huni kembali. Namun, proses itu tidak berjalan mulus.
“Saya tegaskan bahwa klien kami memiliki hak sah berdasarkan sertifikat resmi. Kami juga telah melakukan pendekatan secara patut, termasuk mengirimkan surat pemberitahuan dan somasi kepada penghuni sebelumnya. Tapi hingga hari ini tidak ada respons,” ujar Ardy Pranata saat ditemui di lokasi, Kamis 17 April 2025.
Ardy Pranata menyebut, pihaknya sudah berkomunikasi dengan perangkat desa setempat secara lisan dan tertulis. Dari ketua RT, RW hingga kepala desa dan Polsek terkait rencana pengosongan rumah.
Meski demikian, pihak dari keluarga Pulungan tetap bersikeras mempertahankan keberadaan barang-barang yang masih tersimpan di dalam rumah.
Pantauan langsung di lokasi menunjukkan kondisi rumah yang terbengkalai. Halaman depan dipenuhi semak belukar, dinding rumah dipenuhi debu tebal, lantai pun tampak kotor serta lembab serta ruangan yang pengap. Di beberapa sudut ruangan, barang-barang milik penghuni lama masih berserakan, mengindikasikan rumah tersebut lama tak dihuni.
Di sisi lain, Sarmidin Harahap menuturkan bahwa dirinya hanya bertindak untuk mengamankan aset keluarga almarhum Pulungan. “Saya hanya mengamankan aset klien saya,” ucapnya lantang, menepis upaya tim kuasa hukum Anggoro yang sudah membawa angkutan untuk mengangkut barang-barang peninggalan Pulungan.
Ia menjelaskan bahwa kliennya pernah melakukan pengambilalihan (take over) rumah tersebut pada tahun 2015. Namun, sejak Pulungan dipindah tugaskan ke Sumatera Utara dan kemudian wafat pada 2020, rumah tersebut sempat tidak ditempati.
“Ahli waris menemukan bahwa rumah ini ada riwayat jual beli. Kemudian mereka meminta saya menelusuri lebih lanjut. Saya kejar ke bank, ternyata rumah ini sempat bermasalah kredit dan sempat dikuasai pihak ketiga bernama Arnold. Saat itu saya bilang, kalau memang mau dilelang, sisanya kasih ke ahli waris,” ungkap Sarmidin.
Sarmidin mempertanyakan legalitas balik nama SHM ke atas nama Anggoro. Menurutnya, ada ketidaksesuaian informasi antara data yang ia peroleh dari penyidik, yang menyebut balik nama terjadi pada 2024, dengan dokumen yang ditunjukkan pihak Anggoro yang mencantumkan tahun 2015.
“Kalau memang ini milik mereka, ya kasihkan saja. Tapi saya ingin tahu dasarnya apa. Soalnya menurut saya, ada indikasi manipulasi data,” tegasnya.