Di Distrik Kausabilitas Tersendat, Kota Kugel, hidup tenang adalah sebuah anomali. Terletak di persimpangan jalan antara lintasan bus antarkota dan sebuah lobang hitam mini yang dipakai sebagai tempat sampah umum. Distrik ini dikenal karena keengganannya yang nyaris filosofis terhadap konsep urutan.
Segala sesuatu cenderung terjadi secara bersamaan, atau terbalik, atau mungkin terjadi kemarin lusa di masa depan. Sebuah tempat yang sempurna, menurut Profesor Kwek-Kwek, untuk menyelesaikan teka-teki terbesar peradaban manusia: siapa yang datang duluan, ayam atau telur?
Baca juga: Gemuruh Kok di Antara Dua Semesta Senja
Awal dari Kekacauan Berbulu
Profesor Kwek-Kwek bukanlah seorang ahli ornitologi biasa. Ia adalah seorang kronofaunolog autodidak, sebuah disiplin ilmu yang ia ciptakan sendiri yang mempelajari interaksi kausalitas dengan makhluk berbulu. Laboratoriumnya, yang dulunya adalah pabrik sumpit bekas, sekarang dipenuhi dengan jam pasir yang berjalan mundur.
Sangkar kosong yang entah bagaimana mengeluarkan suara kokok dari masa depan, dan tumpukan buku tebal berjudul "Paradoks Pragmatis dalam Produksi Protein Prabudaya" yang disatukan dengan pita perekat yang salah sisi.
Suatu pagi, --secara teknis bisa juga sore kemarin di beberapa garis waktu paralel, Profesor Kwek-Kwek mengumumkan penemuannya: sebuah mesin. Bukan mesin sembarangan, tentu saja. Ini adalah "Kronometer Kausalitas Unggas", atau disingkat KAU.
Sebuah perangkat megah setinggi tiga meter yang terbuat dari campuran tembaga, cermin bekas toko tukang cukur, dan sebuah dinamo yang entah bagaimana berhasil mencuri daya dari semangat optimisme kolektif distrik.
KAU diklaim mampu memproyeksikan kembali garis waktu, menyorot momen punctum proximum di mana either ayam atau telur pertama kali mengklaim superioritas keberadaan.
"Para hadirin yang tidak sabar dan mungkin sedikit kebingungan!" seru Profesor Kwek-Kwek, suaranya bergema dari speaker bekas acara pasar malam. "Hari ini kita akan mengakhiri perdebatan yang telah menggantung di atas kepala kita seperti awan hujan yang lupa di mana ia seharusnya menurunkan kelembaban.
Siapa yang duluan? Ayam? Atau Telur? KAU akan memberitahumu! Atau setidaknya, akan menunjukkan kepadamu sebuah video yang bisa kauinterpretasikan sendiri!"
Warga Distrik Kausabilitas Tersendat, yang sudah terbiasa dengan keanehan (seperti walikota yang secara periodik berubah menjadi pot bunga kaktus), berkumpul dengan ketidakpedulian yang elegan.
Nona Telurina, asisten Profesor yang sangat teliti dalam menata koleksi kerikilnya berdasarkan nuansa warna abu-abu, sibuk membersihkan panel kontrol KAU dengan lap dapur yang, anehnya, berbau seperti kenangan pahit.
Ia adalah satu-satunya yang menyadari bahwa salah satu kabel KAU terhubung ke toaster alih-alih sumber daya utama. Namun, ia memutuskan untuk tidak berkomentar. Konsep "sumber daya utama" di distrik itu pun seringkali bersifat sugestif.
Kronometer Kausalitas Unggas dan Efek Samping yang Mengejutkan
Profesor Kwek-Kwek menekan tombol besar berwarna merah yang bertuliskan "MULAI SEKARANG (Atau Mungkin Nanti)". Dengan dengungan yang mirip suara kucing raksasa yang mencoba belajar bermain biola, KAU mulai beraksi.
Cermin-cermin berputar, tembaga bersinar, dan dari corong atasnya keluar sebuah asap yang berbau seperti nostalgia yang dicampur dengan bawang putih. Di layar monitor yang terpasang di depannya, mulai muncul sebuah gambar.
Awalnya, hanya bintik-bintik. Lalu, sebuah bentuk buram. Semakin jelas, dan tampaklah sesosok ayam jantan purba dengan bulu berwarna spektrum ultraviolet, tengah mematuk-matuk sesuatu. Di sampingnya, sebuah telur, tapi bukan telur biasa. Telur itu memancarkan cahaya redup, dan di permukaannya, tampak ukiran-ukiran geometris yang menyerupai diagram pembuat roti panggang.
"Lihat!" Profesor Kwek-Kwek menunjuk dengan dramatis. "Itu dia! Momen primordial! Ayam itu sedang mematuk-matuk... apa itu?"
Tiba-tiba, layar berkedip, dan gambar berubah. Ayam purba itu kini terlihat keluar dari telur purba yang sama, yang kemudiankembalimasuk ke dalam telur itu, lalu telur itukembalimengecil dan menghilang, lalu ayam itukembalimuncul, lalu...
"Wah," kata Nona Telurina, dengan nada datar. "Sepertinya terjadi lingkaran kausalitas tak berujung. Seperti keripik yang terus-menerus memakan dirinya sendiri, atau lagu yang liriknya hanya 'lagu ini tidak pernah berakhir'."
Efek samping KAU tidak hanya terjadi di layar. Di seluruh Distrik Kausabilitas Tersendat, realitas mulai berkedip. Seekor ayam tetangga yang tadinya sedang mengais-ngais cacing, tiba-tiba bertelur sebuah set kunci pas lengkap.
Kemudian, kunci pas itu melayang kembali ke sarang ayam, bergetar, dan berubah menjadi ayam yang lebih muda dari yang tadi, yang kemudian berkokok dan kembali bertelur kunci pas. Siklus ini terus berulang.
Seorang pedagang telur keliling terkejut saat telur yang ia jual berubah menjadi kalkulator saku yang bisa menghitung mundur hari kiamat. Seekor anak ayam yang baru menetas tiba-tiba berbicara dalam bahasa Sanskerta kuno, meminta untuk dipijat punggungnya. Lalu, anak ayam itu berubah menjadi telur kembali, kemudian menetas lagi, lalu kembali meminta pijatan, tapi kali ini dalam bahasa Mandarin.
Pekan Raya Perguliran Waktu Ayam-Telur
Kekacauan yang ditimbulkan oleh KAU tidak terhentikan. Esok harinya, yang ironisnya adalah kemarin lusa bagi sebagian orang, Distrik Kausabilitas Tersendat menjadi lokasi Pekan Raya Perguliran Waktu Ayam-Telur.
Ayam-ayam kini secara acak bertelur segala macam benda: dari gantungan kunci berbentuk nanas, hingga salinan lengkap Konstitusi Distrik yang dicetak dengan tinta yang bisa berubah warna sesuai suasana hati pembacanya.
Beberapa telur bahkan menetas menjadi perangkat elektronik yang sudah tidak berfungsi, seperti pemutar kaset mini atau pager.
"Ini adalah kemajuan ilmiah yang tak terduga!" seru Profesor Kwek-Kwek, sambil memegang sebuah telur yang baru saja menetas menjadi sepatu bot karet.
"Sekarang kita memiliki bukti bahwa kausalitas bukanlah sebuah garis lurus, melainkan sebuah simpul rumit yang dapat diurai dan dipasang kembali! Kita bisa mendapatkan apa pun dari ayam! Besok, mungkin mereka akan bertelur ide untuk makan malam!"
Nona Telurina, yang sedang mencoba memilah serangkaian telur yang menetas menjadi patung lilin tokoh-tokoh sejarah yang tidak pernah ada, hanya mendesah. "Profesor, Pak Jengger dari Dewan Ketiadaan Akibat datang."
Pak Jengger adalah Kepala Divisi Regulatori Unggas dan Substansi Teluristik di Dewan Ketiadaan Akibat, sebuah badan birokrasi yang dibentuk tergesa-gesa ketika kucing-kucing mulai bertelur sepatu dan anjing-anjing menetas dari kantung belanja. Ia adalah seorang pria berwajah datar dengan seragam abu-abu yang selalu tampak sedikit terlalu ketat.
"Profesor Kwek-Kwek," kata Pak Jengger, nadanya seperti kertas amplas yang membaca daftar belanja. "Laporan menunjukkan bahwa produksi telur distrik telah berubah 97 persen menjadi benda-benda nonsensical. Warung bubur ayam tidak lagi memiliki ayam.
Mereka menjual mangkuk yang berisi kenangan masa lalu dan remah-remah masa depan. Ini melanggar Pasal 47B, Ayat 3, Sub-ayat K, mengenai 'Ketersediaan Protein Hewani yang Terdefinisi dengan Jelas'."
Sidang Darurat Dewan Ketiadaan Akibat
Sidang darurat diadakan di Balai Kota, yang pintunya entah bagaimana selalu mengarah ke belakang panggung alih-alih ke lobi. Profesor Kwek-Kwek berdiri di podium, memegang sebutir telur yang menetas menjadi sebuah teropong mini yang hanya bisa melihat debu kosmik.
"Tuan-tuan dan Nyonya-nyonya Dewan," ia memulai, "kita sedang menyaksikan sebuah revolusi! Kita bukan lagi terikat pada linearitas waktu yang membosankan! Ayam dan telur telah mencapai kesetaraan kausalitas yang sejati!"
Baca juga: Rumah yang Mengingat Lebih dari Pemiliknya
Seorang anggota dewan, Nyonya Bebek-Bebek, yang terkenal karena topi berhiaskan garpu, berteriak, "Tapi bagaimana dengan sarapan? Anak-anak saya kemarin sarapan dengan sebuah dongeng pengantar tidur dan sepasang kaus kaki!"
"Itu adalah sarapan yang kaya akan imajinasi dan kehangatan!" balas Profesor Kwek-Kwek dengan bangga. "Bayangkan potensinya! Kita bisa bertelur apa saja yang kita butuhkan! Jika kita butuh alat pemotong rumput, kita hanya perlu menunggunya menetas dari seekor ayam!"
Pak Jengger menggebrak meja dengan stempel karet yang berbunyi "TIDAK BISA DISETUJUI". "Profesor! Anda telah mengubah distrik ini menjadi taman bermain paradoks! Kita tidak bisa lagi membedakan antara yang sudah ada dan yang akan ada! Bagaimana cara kita mengisi formulir laporan jika urutan kejadiannya tidak jelas?"
Nona Telurina angkat bicara dengan tenang. "Menurut data KAU, efek sampingnya adalah bahwa setiap entitas kini memiliki potensi untuk menjadi 'induk' dan 'hasil' dari dirinya sendiri atau benda lain secara bersamaan. Seekor ayam tidak hanya bertelur, ia juga bisa menjadi telur yang kemudian menetas menjadi ayam itu sendiri, hanya saja versi yang lebih muda atau lebih tua."
"Itu gila!" teriak seorang anggota dewan lainnya.
"Tidak, itumeta-kausal," koreksi Profesor Kwek-Kwek. "Seperti loop umpan balik di mana output menjadi input, hanya saja dengan bulu dan cangkang."
Revolusi Omelet Non-Linear
Kondisi distrik semakin aneh. Ayam-ayam di kandang Profesor Kwek-Kwek sekarang memproduksi telur-telur aneh yang tidak hanya menetas menjadi benda mati, tetapi juga menjadi konsep abstrak. Seorang ayam tua bernama Pak Kuwik baru saja menelurkan sebuah ide tentang pentingnya arsitektur Brutalisme dalam desain kandang ayam. Ayam lain bertelur sebuah melodi yang belum pernah ada.
Dampak paling signifikan adalah pada kuliner. Para koki di Distrik Kausabilitas Tersendat terpaksa berinovasi. Mereka menciptakan "Omelet Non-Linear", yang terbuat dari telur-telur yang menetas menjadi memori kolektif distrik dan remahan waktu.
Rasa omelet itu berubah-ubah sesuai dengan persepsi individu yang memakannya. Terkadang rasanya seperti keju yang belum diproduksi, terkadang seperti kesedihan seekor merpati yang kehilangan arah.
Krisis semakin memuncak ketika salah satu ayam Profesor Kwek-Kwek, yang dijuluki "Kalkun Katalitik", secara tak sengaja bertelur sebuah Lubang Hitam Mini ukuran saku. Lubang hitam itu mulai menyedot segala sesuatu di sekitarnya, mulai dari remah-remah biskuit waktu hingga argumen yang belum sempat selesai.
"Ini melewati batas!" teriak Pak Jengger. "Kita harus mematikan KAU! Ini ancaman terhadap kerapian tabel!"
Profesor Kwek-Kwek menolak. "Tidak! Kita hampir mencapai puncak! Jika kita bisa mendorong KAU ke limitnya, kita mungkin bisa melihat siapa yang benar-benar menciptakan kausalitas itu sendiri!"
Krisis Telur Raksasa dan Solusi Sekunder
Dorongan Profesor Kwek-Kwek terhadap KAU mencapai puncaknya di suatu siang, yang menurut arloji Pak Jengger adalah hari Kamis pagi. Dengan kekuatan penuh, KAU mengeluarkan dengungan dahsyat yang membuat semua bulu ayam di distrik berdiri.
Layar monitornya memancarkan cahaya hijau terang, dan muncul sebuah gambar yang mencengangkan. Bukan ayam. Bukan telur. Tapi sesuatu di antaranya. Sebuah entitas berbentuk spiral yang memancarkan cahaya, mirip spiral "Masa Depan-Masa Lalu" yang ditemukan dalam buku-buku fisika teoretis yang sangat, sangat mahal.
Entitas itu kemudian membelah diri menjadi dua, satu bagian berbentuk ayam yang masih embrio, satu lagi berbentuk cangkang telur yang masih abstrak. Mereka berputar-putar, saling mempengaruhi, saling menciptakan, dalam sebuah tarian kausalitas yang memukau.
"Profesor!" teriak Nona Telurina, yang kali ini tampak sedikit lebih bersemangat daripada biasanya. "Itu bukan ayamatautelur! Itu adalahideayam dan telur, yang saling memicu eksistensi!"
Baca juga: Kebebasan dari Desingan Faktual
Tiba-tiba, suara retakan keras terdengar. Bukan dari KAU, melainkan dari langit-langit laboratorium. Sebuah telur raksasa, seukuran mobil, menembus atap dan mendarat dengan dentuman keras di tengah ruangan. Telur itu memancarkan aura kehijauan dan bergetar.
"Apa-apaan itu?" Pak Jengger bersembunyi di balik meja.
"Itu adalah... telur puncak!" Profesor Kwek-Kwek tampak terkesima. "Hasil dari semua kausalitas yang dipadatkan KAU!"
Telur raksasa itu mulai bergetar lebih kencang, dan retakan-retakan muncul di permukaannya. Darinya, keluar sesuatu yang tidak seorang pun sangka: sebuah mesin fotokopi tua, model tahun 1980-an, yang secara ajaib masih berfungsi.
Mesin itu kemudian mulai memfotokopi dirinya sendiri, dan setiap salinan yang keluar berukuran sedikit lebih kecil, hingga akhirnya menjadi remah-remah kertas. Remahan kertas itu kemudian menyatu kembali menjadi sebuah telur kecil, yang menetas menjadi sebutir ayam muda. Ayam itu kemudian bertelur sebuah mesin fotokopi lagi, dan siklus pun berlanjut.
"Jadi... jawabannya adalah mesin fotokopi?" Nona Telurina bertanya, suaranya dipenuhi keraguan.
"Tidak!" Profesor Kwek-Kwek menjentikkan jari. "Jawabannya adalahsiklus duplikasi! Ayam dan telur tidak datang duluan. Yang duluan adalahprosesduplikasi itu sendiri! Ayam adalah fotokopi telur, dan telur adalah fotokopi ayam, dan keduanya adalah fotokopi dari sebuah ide abstrak tentang 'menghasilkan sesuatu'!"
Pak Jengger muncul dari balik meja, wajahnya pucat. "Jadi... semua kekacauan ini... hanya untuk menyimpulkan bahwa kehidupan adalah fotokopi?"
"Bukan sekadar fotokopi," koreksi Profesor Kwek-Kwek, mengelus telur raksasa yang kini setengah terbuka. "Melainkan sebuahmesin fotokopi yang kehabisan tinta dan sering macet. Sebuah pernyataan yang jauh lebih dalam tentang kondisi keberadaan."
Sutra Kausabilitas dan Sebutir Kesimpulan
Sejak hari itu, Distrik Kausabilitas Tersendat hidup dalam sebuah "normal" yang baru. KAU tidak dimatikan. Profesor Kwek-Kwek menolak, mengklaim bahwa alat itu sekarang menjadi "penjaga gerbang kausalitas". Efek sampingnya pun menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Ayam-ayam tetap bertelur benda-benda aneh, namun kini dengan pola yang lebih terprediksi, sebagian besar berupa peralatan rumah tangga yang entah bagaimana selalu hilang saat dibutuhkan. Telur yang menetas menjadi konsep abstrak kini menjadi komoditas langka yang dibeli oleh para seniman modern.
Dewan Ketiadaan Akibat, di bawah kepemimpinan Pak Jengger, yang sekarang mengenakan seragam yang sedikit lebih longgar, merumuskan "Sutra Kausabilitas Tersendat".
Ini adalah serangkaian aturan baru yang mengatur "urutan kejadian yang disarankan, namun tidak mutlak", seperti: "Sarapan dianjurkan dimakan sebelum makan siang, kecuali jika makan siangmu adalah telur yang menetas menjadi makan malam kemarin".
Profesor Kwek-Kwek sendiri menjadi konsultan utama untuk proyek "Eksplorasi Telur Kausalitas" yang baru. Ia kini sering terlihat di kantin universitas lokal, yang dulunya tidak ada tapi entah bagaimana menetas dari seekor ayam, sedang menikmati segelas jus jeruk yang terbuat dari kenangan masa depan, sambil membaca Sutra Kausabilitas Tersendat dengan cermat.
Pertanyaan "siapa yang duluan, ayam atau telur?" tidak pernah benar-benar terjawab dalam arti linear. Namun, Distrik Kausabilitas Tersendat menemukan sesuatu yang lebih menarik: bahwa pertanyaan itu sendiri adalah sebuah siklus, sebuah umpan balik tanpa akhir, sebuah mesin fotokopi tua yang terus-menerus menduplikasi dirinya sendiri dalam berbagai bentuk yang absurd. Dalam kekacauan itu, mereka menemukan sebuah ketertiban. Entah mengapa, terasa sangat cocok.
Editor : Redaksi Sanubari