Meningkatkan perekonomian bisa melalui apa saja. Terpenting mau berusaha. Tidak gengsi. Serta bisa melihat potensi sekecil apapun yang bisa dijadikan pemasukan tambahan. Tanpa harus menunggu dorongan dari pemerintah daerah.
-------------------
Baca juga: Penantian Sebuah Gerbang yang Memiliki Pemikiran Sendiri
MATAHARI mulai mengurangi sinarnya. Waktu di jam tangan sudah menunjukkan pukul 16.32 Wita. Wisatawan pun sudah mulai berdatangan di kompleks wisata Bontang Kuala. Begitu juga tenan-tenan makanan. Mereka sudah berdiri sejak satu jam sebelumnya.
Air laut perlahan mulai menggenangi anak tangga di lokasi wisata tersebut. Ada satu perahu sedari tadi sudah terparkir di samping anak tangga tersebut. Perahu itu berwarna kuning. Di belakang kapal itu terdapat satu spanduk tertulis: Wisata di atas air. Hanya Rp 10 ribu per orang.
Gak berapa lama kemudian, ada satu perahu lagi yang datang. Ukurannya sedikit lebih kecil dari perahu kuning tersebut. Terlihat seorang lelaki mengendarai perahu tersebut dari belakang. Perlahan tapi pasti, pemuda tersebut memarkirkan perahunya sejajar dengan perahu kuning itu. Tepat berada di sampingnya.
Beberapa tali pun diikat ke perahu kuning tersebut. Perahu itu memiliki perpaduan warna hijau dan putih. Belakangan diketahui perahu hijau itu milik Wahyu Saputra. Ia merupakan warga lokal di sana. Kesehariannya bekerja di dinas perumahan, kawasan permukiman dan pertanahan kota Bontang.
Setelah memarkirkan perahunya, Wahyu langsung mengeluarkan papan berukuran 1x1 meter. Papan itu diletakkan di bagian depan perahunya. Tulisannya sama dengan perahu kuning tadi. Ternyata ia merupakan salah satu pelaku usaha wisata di atas air tersebut.
Setelah semuanya beres, ia langsung naik ke atas jembatan untuk menunggu pengunjung menggunakan jasanya berkeliling di Bontang Kuala. Namun bukan dirinya yang mencari penumpang. Ia hanya duduk manis menikmati segelas kopi panas dan kripik. Ada orang lain lagi yang berusaha menawarkan jasa Wahyu dan rekannya.
Lelaki paruh baya yang tak pernah capek berteriak menawarkan wisata air itu. Usahanya tidak sia-sia. Gak berapa lama kemudian, sekelompok remaja datang. Mereka tertarik untuk melakukan perjalanan wisata. Harga murah. Bisa jalan-jalan melihat pemandangan keindahan laut kota Bontang.
Baca juga: Mencari Asal-Usul Ketidaksempurnaan Sebutir Remahan Biskuit Waktu
“Kalau pagi saya bekerja di kantor pemerintahan. Kalau sore, saya pasti di sini. Hitung-hitung menambah penghasilan. Kalau hanya mengandalkan gaji pegawai honorer, tidak akan mencukupi kebutuhan keluarga. Jadi, kalau sore saya nyambi ini,” kata Wahyu saat ditemui sanubari.co.id, Jumat 13 Juni 2025 sore.
Ia menceritakan, usaha itu mulai dirinya geluti sejak pelantaran wisata Bontang Kuala itu jadi. Anak kedua dari tiga bersaudara itu melihat peluang usaha baru di sana. Karena banyak wisatawan yang datang ke sana.
“Teman saya yang duluan. Kalau saya baru beberapa bulan terakhir ini. Ternyata penghasilannya lumayan,” ungkapnya.
Pengunjung yang menggunakan jasanya itu diajak berkeliling melihat beberapa villa yang berdiri di kampung di atas air tersebut. Sembari mengenalkan kepada para pengunjung semua hal yang ada di sekitaran Bontang Kuala itu. “Saya juga kebetulan punya villa di sini. Kami kenalkan wisata di sini,” ungkapnya.
Ia menceritakan, sejak dulu memang pria berusia 35 tahun ini sering membawa penumpang. Tujuannya ke pulau Beras Basah atau pulau Segajah. Beberapa kali juga kapal tersebut ia gunakan untuk mencari ikan bersama teman-temannya. Namun, setelah ada wisata tersebut, ia memutuskan untuk meninggalkan aktivitasnya yang tadi.
Baca juga: Gemuruh Kok di Antara Dua Semesta Senja
“Kami di sini memang baru berdua. Dari dulu saya suka antar-antar orang. Hobi saja. Hitung-hitung tambah pemasukan. Kalau sekarang, saya sudah tidak lagi ngantar ke Beras Basah. Fokus di sini saja sudah. Jadi, setiap sore, pasti saya mangkal di sini. Di sini lumayan lah penghasilannya,” bebernya.
Menurutnya, penghasilan di wisata air ini cukup besar. Kalau akhir pekan dan libur panjang, penghasilannya bisa mencapai Rp 400 ribu. Namun, kalau hari biasa atau weekday, penghasilannya hanya di kisaran Rp 50 ribu per hari.
“Tapi setiap hari pasti ada saja pengunjung. Kalau saya, minimal berangkat lima orang,” katanya lagi.
Namun menurutnya, ada atau tidak adanya pengunjung, bapak anak dua ini dan rekannya pasti tetap standby di tempat tersebut. Ia tidak mau mengecewakan wisatawan yang datang. “Kita kan tidak tahu apakah hari itu ada yang naik atau tidak. Tapi sejauh ini, pasti selalu ada saja yang naik setiap hari,” terangnya.
Bersyukur perahu yang digunakan itu milik sendiri. Sehingga, walaupun tidak ada pemasukan, ia tidak terlalu pusing. Terpenting, ada uang untuk beli bahan bakar. Di sisi lain, ia berusaha mendorong para nelayan di Bontang Kuala untuk bisa membuat usaha serupa. Sehingga, ada penghasilan tambahan mereka di luar nelayan. (*)
Editor : Redaksi Sanubari