SURABAYA, sanubari.co.id - Nilai tukar rupiah di awal tahun terus mengalami penurunan. Pada perdagangan terakhir pada Jumat 3 Januari 2025 berada di level Rp 16.200 per USD. Hanya saja, kurs rupiah terhadap dolar AS jika dibandingkan awal tahun, mengalami penguatan 86 poin.
Pengamat Ekonomi Universitas Airlangga Akhmad Jayadi meyakini, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di 2025 ini akan terus membaik. Banyak faktor yang membuat dirinya meyakini hal tersebut. Seperti halnya program makan bergizi gratis. Serta pembayaran PPN 12 persen terhadap barang di atas Rp 30 miliar.
Baca juga: Rupiah Terus Tertekan
Baginya, kondisi tersebut akan tetap menjaga daya beli masyarakat. Konsumsi agregat tetap terjaga, akhirnya pendapatan nasional tetap aman. Daya beli akan mempengaruhi inflasi. Inflasi akan pengaruhi kurs rupiah, katanya kepada sanubari.co.id, Minggu 5 Januari 2024.
Pada dasarnya, baginya adalah fundamental makro yang harus terjaga. Karena, ketika fundamental makro itu stabil, gejolak nilai tukar rupiah tidak terlalu terjadi signifikan. Kalau hal ini rapuh, ini akan menjadi masalah tersendiri. Selain itu yang harus dikuatkan juga adalah pasar keuangan kita, ungkapnya.
Fundamental makro di 2025 ini ia nilai tidak akan seburuk tahun sebelumnya. Tahun lalu, perang Ukraina-Rusia sangat berdampak pada pemasaran minyak bumi. Sehingga, kondisi itu berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi global. Termasuk Indonesia sangat merasakan dampaknya.
Tapi bahaya ketika di 2025 nanti akan ada gejolak yang menyebabkan perubahan harga global. Terutama minyak bumi. Itu yang saya kira, akan berpengaruh terhadap rupiah. Kita bisa lihat kurs rupiah beberapa hari terakhir. Terus mengalami penguatan. Walau masih di level Rp 16 ribu per USD, terangnya.
Di sisi lain, kedekatan Presiden RI Prabowo Subianto dengan negara-negara lain akan menjadi nilai positif tersendiri bagi Indonesia. Sebab, komunikasi itu bisa menjadi daya tarik investasi untuk masuk ke Indonesia. Di samping beliau meneruskan komunikasi politik yang telah dibangun oleh Joko Widodo, ucapnya.
Kedekatan itu juga akan pengaruhi kinerja ekspor Indonesia. Kinerja ekspor yang baik, akan membantu menahan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Khususnya dolar AS. Pelemahan rupiah terhadap dolar baginya memang akan memberi dampak negatif.
Kondisi itu menurutnya, sangat menguntungkan kinerja ekspor Indonesia. Karena, pastinya harga-harga barang di Indonesia terasa lebih murah. Dampaknya, nilai rupiah akan menguat. Akhirnya, ekspor melemah dan impor akan menguat. Akan begitu seterusnya, tegasnya.
Hanya saja, pelemahan rupiah itu, apakah bisa dimanfaatkan dengan baik oleh Indonesia untuk memperkuat ekspor? Kabar buruknya, ketika pelemahan rupiah terus terjadi, dan kita tidak bisa memanfaatkan dengan meningkatkan ekspor. Itu akan memperburuk neraca perdagangan Indonesia, bebernya.
Di zaman Jokowi, Kementerian Perdagangan juga sangat gencar untuk melakukan pelatihan kepada pengusaha. Sehingga, produk mereka bisa diekspor. Dulu itu sering datang ke kampus-kampus. Terus pelaku UMKM. Itu cara untuk menguatkan angka ekspor. Kita lihat nanti, apakah Pak Prabowo punya terobosan lebih besar, katanya.
Memang yang lebih lemah di kita sekarang adalah kapasitas ekspor. Memang banyak pengusaha, tetapi yang bisa masuk dalam level ekspor hanya sedikit. Salah satunya terhalang standarisasi dan sebagainya. Banyak hal yang menghambat ekspor kita, ucapnya.
Editor : Redaksi Sanubari