SAMARINDA, sanubari.co.id - Wajib belajar 13 tahun: Strategi meningkatkan akses dan kualitas pendidikan. Itu merupakan tema workshop pendidikan yang dilakukan oleh Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian, di Hotel Aston Samarinda, Jumat 9 Mei 2025.
Ya, bukan lagi sembilan tahun. Tetapi 13 tahun. Artinya, pendidikan wajib yang harus dilakukan adalah dari pendidikan dini di usia PAUD sampai pada jenjang SMA/SMK sederajat. Itu wajib.
Baca Juga: Hetifah Wujudkan Wajib Belajar 13 Tahun di Kaltim
Investasi terbaik sebuah bangsa bukan pada kekayaan alamnya. Tetapi pada sumber daya manusianya. Kualitas SDM harus tinggi, kata Hetifah saat sambutan.
Program wajib belajar 13 tahun ini dinilai sebagai strategi penting untuk memperluas akses. Serta meningkatkan mutu SDM di Tanah Air. Khususnya masyarakat di Kalimantan Timur. Karena itu, baginya, pendidikan adalah pilar utama kemajuan negara.
Sehingga, harus diupayakan secara kolektif. Karena itu, konsep investasi pada manusia baginya bukan sekadar slogan semata. Tetapi, memang harus direalisasikan. Harus diwujudkan secara serius.
Kemajuan sektor pendidikan di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan. Terutama di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar). Permasalahan seperti ketimpangan akses, minimnya tenaga pendidik berkualitas, dan keterbatasan fasilitas pendidikan masih menjadi hambatan.
Wajib Belajar 13 Tahun bukan hanya soal memperpanjang masa belajar, tapi juga menjamin bahwa seluruh anak Indonesia, termasuk di Kaltim, mendapatkan pendidikan yang bermutu. Mulai PAUD hingga SMA/SMK sederajat, ujar Hetifah.
Baca Juga: Khofifah-Emil Resmi Dilantik Presiden, Siap Sinergikan Nawa Bhakti Satya dengan Asta Cita
Acara tersebut turut menghadirkan narasumber dari Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Dinas Pendidikan Kaltim dan Kota Samarinda, akademisi, serta praktisi pendidikan. Mereka membahas secara menyeluruh strategi kebijakan, pola pendampingan daerah, serta praktik baik dari sekolah dan komunitas.
Kami di Komisi X DPR RI mendorong sinergi antar lembaga. Termasuk pemerintah pusat, daerah, dan dunia usaha. Agar pembiayaan dan dukungan kebijakan terhadap program ini benar-benar terasa di lapangan, tambah Hetifah.
Ia juga menyoroti pentingnya penerapan kebijakan pendidikan yang sesuai dengan konteks lokal. Dalam hal ini, Hetifah menyatakan komitmennya untuk terus memperjuangkan kebijakan pendidikan yang bersifat inklusif dan berkeadilan.
Terutama agar generasi muda di Bumi Etam dapat mengakses pendidikan berkualitas yang setara. Setiap daerah memiliki tantangan dan keunikan masing-masing. Karena itu, kebijakan pusat harus fleksibel, dan daerah harus diberi ruang berinovasi, tegasnya.
Penulis: Gilbert
Editor : Redaksi Sanubari