BONTANG, sanubari.co.id - Perjuangan warga Sidrap untuk masuk wilayah administrasi kota Bontang, berlanjut. Rencananya warga kampung Sidrap akan mendatangi DPR RI. Tujuannya, mereka akan memberikan petisi agar legislator merevisi undang-undang nomor 47/1999.
Undang-undang itu tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, dan Kota Bontang di Provinsi Kalimantan Timur. Sekitar 1.500 warga yang menandatangani petisi itu. Termasuk Wakil Wali Kota Bontang Agus Haris. Karena saat ini ia berdomisili di Sidrap.
Baca juga: Kasus Pencurian Solar di TPA Bontang: Wawali Agus Haris Akan Kunjungi Gafur
Hanya saja, dalam kapasitas ini, Agus Haris sebagai masyarakat Sidrap. Bukan Ketua DPC Gerindra Bontang ataupun wakil wali kota Bontang. “Saya tidak mau hal ini disangkut pautkan dengan kepentingan politik. Ini murni perjuangan masyarakat Sidrap,” kata Agus Haris, Selasa 7 Oktober 2025.
Menurutnya, petisi yang berisi permohonan revisi UU tersebut akan diberikan ke DPR RI pekan depan. “Ini murni aspirasi masyarakat. Kita tidak bisa bendung. Kalau dari Pemkot Bontang sudah selesai. Mahkamah Konstitusi (MK) sudah memberi putusan. Mereka menolak dengan beberapa alasan,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, masyarakat memiliki alasan kuat untuk meminta DPR RI merevisi UU yang berisi tapal batas antara Bontang dan Kutai Timur itu. Yakni dalam amar putusan uji materi yang disampaikan pada 17 September 2025 lalu, MK menegaskan tidak memiliki kewenangan dalam mengubah titik koordinat kawasan.
Sebab perubahan itu perlu dilakukan tim teknis dan berkompeten. Hakim beranggapan persoalan perubahan tapal batas berada di pembuat Undang-Undang. Dalam hal ini DPR RI.
Dalam putusan Nomor 010/PPU-III/2005 tersebut, dijelaskan yang membedakan antara konstitusionalitas dan kebijakan. Atas dasar tersebut, MK memerintahkan Pembentuk UU segera melakukan peninjauan batas daerah yang dimohonkan. "Sudah jelas dalam putusan itu. Masyarakat masih berpeluang," tuturnya.
Di sisi lain, Agus Haris juga menentang permintaan Ketua DPRD Kutim Jimmy yang ingin melakukan pencabutan atau menghapus 7 RT di Kampung Sidrap tersebut. Menurutnya 7 RT itu memiliki kekuatan hukum.
Baca juga: Agus Haris Soroti Pemecatan Sepihak Staf TPA, Kepala DLH Akan Dipanggil
Pemkot Bontang kala itu memiliki Peraturan Daerah Nomor 18/2002 tentang Pembentukan Kelurahan Kanaan, Gunung Telihan, Guntung, Api-Api, Gunung Elai dan Tanjung laut Indah.
Sementara Pemerintah Pusat baru mengeluarkan Permendagri Nomor 25/2005 tentang Penentuan Batas Wilayah Kota Bontang dengan Kabupaten Kutai Timur dan Kutai Kartanegara di Provinsi Kalimantan Timur. "Pembentukan 7 RT itu tidak sembarangan,” ungkapnya.
Bagi Agus Haris, permintaan Ketua DPRD Kutim sangat tendensius. Apalagi menuding Pemkot Bontang melakukan praktik mal administrasi.
Sebaliknya, Pemkab Kutim diminta tidak melakukan praktik intimidasi. Seharusnya membiarkan masyarakat Kampung Sidrap menentukan sendiri kependudukannya.
Baca juga: PKS Bontang Fokus Tambah Kursi DPRD dan Majukan Kader di Pilkada
"Kalau dipaksa pasti itu melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Pemkab Kutim tidak boleh sewenang-wenang," tegasnya.
Ia menekankan, keputusan MK memang memiliki kekuatan hukum tetap. Namun ada cela yang bisa ditempuh. Bahkan masyarakat juga berhak untuk kembali mengajukan permohonan untuk melakukan uji materi.
"Tidak ada istilah ruang tertutup untuk memperjuangkan keadilan," terangnya. (*)
Editor : Redaksi Sanubari