BONTANG - Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dorong masyarakat melegalkan tanahnya. Selain untuk memberikan kepastian hukum kepada pemilik tanah, juga dapat berkontribusi terhadap penambahan nilai perekonomian daerah.
Beberapa waktu lalu, di peringatan Hari Agraria dan Tata Ruang (Hantaru), Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid mengungkapkan, secara nasional, hingga September 2025, telah dilakukan pendaftaran tanah sebanyak 123,1 juta bidang di seluruh Tanah Air.
Pun juga termasuk kontribusi terhadap penambahan nilai perekonomian secara nasional. Sepanjang Januari-Agustus 2025, economic value added yang dihasilkan mencapai Rp 645,44 triliun. “Angka itu naik Rp 68,88 triliun dari periode yang sama 2024,” ucapnya.
Kondisi yang sama juga terjadi di Bontang. Misalnya saja, melalui Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) ketika terjadi transaksi jual beli bidang tanah tersebut. Sepanjang Januari-Agustus 2025, dari BPHTB yang masuk ke kantong Pendapatan Asli Daerah (PAD) Bontang sebesar Rp 9.544.152.655.
Kepala Kantor BPN/ATR Bontang Hamim Muddayana mengatakan, saat ini BPN tidak hanya mengeluarkan produk sertifikat. Tetapi bisa juga sebagai pemberian legalisasi aset, pemberian kepastian hukum terhadap hak atas tanah.
Namun, saat ini mereka mendorong masyarakat untuk segera melegalisasi tanah mereka. Kebutuhan terhadap tanah semakin tinggi. Karena pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi setiap tahunnya.
“Ini harus ada panglimanya. Siapa panglimanya? Tata Ruang Daerah. Sehingga diketahui peruntukan terhadap tanah masyarakat. Tujuannya, tidak tercampur antara wilayah pemukiman dan industri,” katanya, Selasa 30 September 2025.
BPHTB masuk ke kas daerah. Artinya dapat menambah PAD. Hal itu tentunya dapat meningkatkan perekonomian daerah. Apalagi saat ini semua daerah termasuk Bontang mendapat ancaman pemotongan dana transfer dari pemerintah pusat. Otomatis APBD Bontang 2026 akan merosot tajam.
“Hal ini sebenarnya sesuai dengan tema hari agraria dan tata ruang (Hantaru) tahun ini. Yakni Tanah Terjaga, Ruang Tertata, Wujudkan Asta Cita. Kami mendorong masyarakat untuk melegalisasi tanah mereka. Sehingga, aset berupa tanah mereka mendapatkan legalitas yang kuat secara hukum,” ucapnya.
Baginya, cara mewujudkan asta Cita adalah dengan memastikan tanah tetap terjaga dan ruang tertata dengan rapi. Sehingga, bisa dirasakan oleh masyarakat saat ini hingga di masa depan. Tanpa kepastian hukum, tanah bisa menjadi sumber konflik berkepanjangan.
“Itulah mengapa program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) dibuat. Negara ingin hadir untuk memberikan perlindungan hak rakyat atas tanah yang mereka miliki atau tempati,” katanya lagi.
Ia menegaskan, selain memberikan kepastian hukum hak atas tanah, pembangunan akan berhasil jika ruang ditata dengan baik. Tanpa arah tata ruang yang jelas, investasi bisa berjalan tanpa kendali. Masyarakat berisiko terdampak. Lingkungan juga terancam. (*)
Editor : Redaksi Sanubari