Ketika Kentang Ganggu Keseimbangan Kopi Aren

Harmoni Kentang dan Kopi yang Hampir Punah

avatar sanubari.co.id
Ilustrasi Kopi Aren vs Kentang Goreng
Ilustrasi Kopi Aren vs Kentang Goreng

Di jantung Kota Anomali, sebuah kota yang keanehannya hanya bisa disamai oleh koleksi penutup botol susu usang Pak RT, berdirilah Kopi Loka Sentosa Abadi. Bukan sekadar kedai kopi. Melainkan sebuah kuil sunyi yang dipersembahkan bagi ajaran "Harmoni Gastronomis" ala Jangkung, pemiliknya. Ketika seorang pelanggan berani merusak keseimbangan sakral ini, seluruh kota merasakan riaknya. Meski kebanyakan warga menganggapnya hanya sebagai hari Jumat biasa.

---------------

Baca Juga: Resonansi Kuantum Si Belalang Tempur

Keriuhan di Kopi Loka Sentosa Abadi

Pagi itu, seharusnya tenteram dengan aroma arabika dan rintik gerimis di atap seng. Tapi mendadak pecah oleh raungan Pak Jangkung. Wajahnya biasa tenang, kini merah padam seperti tomat yang baru lulus ujian masuk militer. Jari telunjuknya yang kurus menuding ke arah meja pojok, tempat Suroso, seorang pensiunan ahli statistik cuaca yang selalu mengenakan kemeja kotak-kotak yang seolah dijahit dari taplak meja piknik, duduk dengan wajah kebingungan.

"Tidaaak!" seru Jangkung, suaranya melengking menembus keheningan dan membuat seekor lalat buah yang sedang bertengger di bibir cangkir terjatuh dramatis.

"Kekejian macam apa ini, Bapak Suroso? Bagaimana Anda bisa… bagaimana Anda bisa mencampur es kopi aren saya dengan kentang goreng 'Kriuk-Mampus' buatan Ibu Sulastri?!," gumamnya.

Di atas meja, pemandangan itu memang cukup mengganggu bagi mata seorang puritan kuliner. Gelas es kopi aren Suroso, seharusnya menampilkan lapisan sempurna antara gula aren kental, susu, dan espresso pekat. Kini telah tercemar oleh dua batang kentang goreng yang mengambang pasrah, layu, dan terdistorsi, seolah baru saja disiksa dalam sumur minyak panas lalu dilempar ke lautan es.

Suroso, dengan ketenangan seorang biksu yang baru saja menemukan pencerahan bahwa semua kehidupan adalah kue lapis, menyesap kopinya melalui sedotan. Membuat gelembung-gelembung kecil di sekitar kentang yang mengambang.

Doktrin Kentang-Kopi Jangkung

Jangkung, telah menanamkan seluruh jiwanya dalam setiap butir kopi dan setiap irisan kentang, tidak bisa menerima ini. Ia berjalan mondar-mandir di antara meja. Menjelaskan dengan nada sermon yang dramatis kepada siapapun yang kebetulan mendengarkan (termasuk saya, yang baru saja memesan teh jahe dan kini menyesalinya).

"Kentang goreng dan kopi aren adalah dua tiang penopang semesta gastronomis yang terpisah, namun saling melengkapi. ," Jangkung memulai, suaranya kini melirih menjadi bisikan bernada konspirasi.

"Kopi aren dengan manisnya yang melankolis dan pahitnya yang bijaksana, ibarat filsuf agung yang merenungkan makna kehidupan. Kentang goreng 'Kriuk-Mampus' dengan renyahnya yang penuh semangat dan gurihnya yang membumi. Bagaikan seorang prajurit gagah berani yang siap menghadapi realitas!"

Ia berhenti sejenak untuk menarik napas. Matanya menerawang jauh seolah melihat masa depan yang suram penuh kentang goreng lembek. "Mereka dirancang untuk dinikmati secara sekuensial! Satu tegukan kopi, lalu satu gigitan kentang. Manis, gurih, pahit, renyah. Ini adalah tarian Yin dan Yang dalam lidah kita! Sebuah siklus abadi yang menjaga keseimbangan… bukan hanya di Warung Kopi Loka Sentosa Abadi ini, tapi juga, percaya atau tidak, di seluruh Kota Anomali!"

Saya menatap cangkir teh jahe saya. Sejak kapan kentang goreng dan kopi punya implikasi semesta? Jangkung melanjutkan, menjelaskan bahwa kentang 'Kriuk-Mampus' bukan sembarang kentang. Kentang itu berasal dari varietas langka: Solanum Tuberosum Primitif yang hanya tumbuh di lereng Gunung Merapi Purba. Kabarnya memancarkan energi penyeimbang yang unik.

Kopi arennya? Biji kopi yang dipanen di bawah bulan purnama ke-13. Digiling dengan mortar batu giok yang konon pernah digunakan oleh nenek moyang Kota Anomali untuk menghancurkan batu permata yang menyebabkan cuaca buruk.

Baca Juga: Misteri Senyum Simfoni Listrik

Teori Disrupsi Gastronomis

"Dengan mencampur mereka," Jangkung menuding lagi ke arah gelas Suroso, "Anda telah menciptakan 'Disrupsi Gastronomis!'. Anda mengacaukan frekuensi vibrasi kuliner yang menjaga tiang listrik tetap tegak. Anjing-anjing tidak menggonggong dalam bahasa Latin. Sepatu tali tidak lepas dengan sendirinya!"

Saya menelan ludah. Beberapa menit yang lalu, saya memang merasa tali sepatu saya agak longgar. Pagi tadi anjing tetangga saya menggonggong seperti sedang melafalkan mantra kuno. Ini tidak mungkin kebetulan, kan?

Suroso akhirnya berbicara, dengan suara pelan dan sabar. "Oh, itu. Maaf, Pak Jangkung. Saya kan sudah bilang, ini untuk… untuk riset saya."
Jangkung terdiam. "Riset apa, Bapak Suroso? Riset kehancuran rasa?"

"Bukan," jawab Bapak Suroso serius.

"Saya menemukan, jika kentang goreng direndam sebentar di kopi aren Anda, lalu saya makan, saya bisa mendengar suara-suara aneh. Seperti bisikan dari dimensi lain. Kemarin saya bisa memprediksi harga saham alpukat di pasar gelap hanya dengan memakan kentang goreng rendaman ini."

Sebuah bisikan dari dimensi lain? Jangkung memijat pelipisnya. Ini lebih buruk dari yang ia bayangkan. Seorang pelanggan yang tersesat dan mendengar ini, tiba-tiba berseru, "Pantas saja lampu merah di persimpangan jalan utama jadi berkedip-kedip seperti lampu disko dangdut tadi! Pasti ini ulah Bapak Suroso!"

Kepanikan menyebar. Beberapa orang mulai mengecek tali sepatu mereka. Jangkung menatap saya dengan putus asa. "Kita harus memperbaikinya. Kita harus mengembalikan harmoni."

Baca Juga: Cahaya dari Pondok Kecil

Solusi Kentang-Kopi Restoratif

Maka, di bawah pengawasan ketat Jangkung, sebuah upacara restorasi pun dimulai. Jangkung secara pribadi menyiapkan secangkir kopi aren dan sepiring penuh kentang goreng 'Kriuk-Mampus' yang baru dan sempurna. Ia meletakkannya di depan Suroso, yang kini tampak sedikit menyesal.

"Dengarkan baik-baik, Bapak Suroso," kata Jangkung dengan nada khusyuk.

"Satu teguk kopi. Rasakan manisnya yang mengalir. Pahitnya yang menenangkan. Lalu, satu gigitan kentang goreng. Dengarkan renyahnya yang berbisik tentang perjuangan. Jangan pernah… jangan pernah campur mereka. Biarkan mereka berdialog dalam mulut Anda. Tapi tidak bersentuhan dalam gelas."

Bapak Suroso mengangguk. Dengan hati-hati, ia mengambil kentang goreng. Mengunyahnya perlahan, seolah sedang melakukan meditasi kuliner. Lalu, ia menyesap kopi arennya. Mata Jangkung menatap penuh harap.

Di luar kedai, saya bersumpah saya mendengar anjing tetangga berhenti menggonggong dalam bahasa Latin. Lampu lalu lintas kembali normal. Tali sepatu saya? Mereka terikat dengan sempurna. Jangkung tersenyum tipis. "Syukurlah. Keseimbangan kembali. Lain kali, Bapak Suroso, jika ingin mendengar bisikan dimensi lain, coba pakai radio rusak. Jangan rusak kopi dan kentang saya."

Suroso hanya tersenyum samar. Memakan kentang gorengnya dan menyesap kopi arennya dengan khusyuk. Entah ia benar-benar mendapatkan ramalan saham alpukat atau tidak. Tapi yang jelas, Kota Anomali telah kembali ke anomali yang ia kenal. (*)

Berita Terbaru