Bendera merah putih berkibar di atas tumpukan sampah. Para pemulung yang mengibarkan bendera kebangsaan Indonesia itu di sana. Mereka tidak mau kehilangan momen bersejarah ini: peringatan detik-detik kemerdekaan Indonesia.
--------------------
Baca Juga: PAN Rayakan 27 Tahun dengan 2.700 Paket Pangan
MOMEN yang tidak biasa terjadi di tempat pembuangan akhir (TPA) Bontang Lestari. Pagi itu, hujan rintik-rintik mulai turun. Jam di Handphone sudah menunjukkan pukul 09.00 Wita. Seluruh aktivitas di landfill itu berhenti sejenak. Bukan karena hujan. Mereka akan melakukan upacara peringatan kemerdekaan Indonesia ke-80.
Sejak pagi tadi, mereka mulai melakukan persiapan. Mulai dari mengikat tiang bendera, lalu mendirikan tiang tersebut. Sampai mempersiapkan tempat untuk upacara tersebut dilaksanakan. Upacara itu menggunakan alat seadanya. Tidak ada tiang bendera yang kokoh.
Satu-satunya tiang bendera hanya terbuat dari bambu yang ditancapkan di sela-sela tumpukan sampah. Tidak ada juga pasukan pengibar bendera (Paskibra) seperti upacara HUT RI pada umumnya. Hanya ada tiga orang pria berjejer dengan seorang yang memegang bendera merah putih di tengah. Sangat sederhana.
Tetapi, dengan rangkaian upacara yang lengkap. Ada pengibaran bendera. Ada pembacaan undang-undang dasar (UUD) 1945. Ada pembacaan pancasila dan ada juga pembacaan teks proklamasi. Bahkan, inspektur dan komandan upacara juga ada.
Upacara itu juga ditemani bau tak sedap yang sangat menyengat. Hal itu karena hujan yang membasahi tumpukan sampah. Sehingga, aroma tersebut pun keluar. Namun, tidak menghalangi mereka untuk menjalankan rangkaian peringatan kemerdekaan Indonesia. Bagi mereka, itulah perjuangan.
Operator Layanan Operasional TPA Bontang Lestari Setyo Sanyoto mengatakan, dalam upacara ini tidak ada persiapan khusus. Para pemulung yang menginisiasi upacara ini terjadi. Itu juga, baru kemarin rencana ini dibuat. “Kita manfaatkan apa yang ada saja,” katanya, Minggu 17 Agustus 2025.
Baca Juga: Dishub Jatim Sebar Ratusan Bendera Merah Putih di Stasiun Gubeng
Menurutnya, upacara itu sebagai cara mereka untuk menunjukkan jiwa patriotisme para pemulung. Di sisi lain, mereka ingin mengajak masyarakat untuk tidak memandang sebelah mata sampah. Mereka ingin buat Bontang merdeka dari sampah. Tidak ada lagi sampah yang berserakan di jalan.
“TPA bukan hanya tempat akhir bagi sampah. Tapi juga titik awal perubahan untuk membuktikan bahwa kemerdekaan bukan hanya soal bebas dari penjajahan. Namun bebas dari ketergantungan pada perilaku membuang sampah sembarangan dan mencemari lingkungan,” terangnya.
Menurutnya, para pemulung ini adalah pahlawan di masa kini. Sebab, mereka membantu pemerintah kota (Pemkot) Bontang untuk membuat kota ini jadi indah. Bersih dari sampah. “Kalau tidak ada kawan-kawan kita ini, pasti wajah kota akan buruk. Karena sampah bertebaran di mana-mana,” terangnya.
Kebiasaan membuang sampah sembarangan masih menjadi budaya yang sulit diubah dari masyarakat Indonesia. Utamanya di Bontang. Ia menegaskan, satu sampah akan menimbulkan masalah besar untuk kota. Salah satunya seperti banjir.
“Misalkan saja, setiap hari satu orang membuang satu sampah. Sementara, masyarakat di Bontang ada 190.620 jiwa. Bayangkan seberapa banyak sampah yang dihasilkan dalam satu hari. Itu kalau satu orang satu sampah. Kalau satu orang menghasilkan beberapa sampah, pasti masalah akan besar,” tegasnya.
Itulah alasannya mereka mengadakan upacara peringatan HUT kemerdekaan RI di atas tumpukan sampah. Targetnya, agar masyarakat sadar terhadap sampah. Bahkan, bisa mengurangi sampah. Caranya dengan menggunakan bahan yang tidak sekali pakai.
“Kalau itu semua bisa dilakukan, kita tidak hanya merdeka dari penjajahan. Tetapi merdeka dari sampah. Selama ini, kita dijajah oleh sampah. Ketika hujan lebat seperti kemarin, drainase tidak lancar karena sampah. Ujung-ujungnya banjir. Kalau kita merdeka dari sampah, bencana banjir itu bisa terhindarkan,” ungkapnya.
Penulis: Sudrajat Nugraha
Editor : Redaksi Sanubari